Jelang KTT APEC di Singapura

APEC Jangan Lagi Dipandang Forum Minum Kopi

VIVAnews - Bagi media-media Barat, APEC kini tak hanya dipandang sebagai Asia Pacific Economic Cooperation (Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik), namun bisa dipelintir menjadi "A Place to Enjoy Coffee" (tempat enak untuk minum kopi) dan lebih kasar lagi, "Aging Politicians Enjoying Cocktails" (tempat para politisi tua untuk minum cocktail).

Sejak 20 tahun lampau, APEC setiap tahun rutin menggelar pertemuan bagi para pejabat dan pemimpin 21 anggotanya, termasuk Amerika Serikat, China, dan Indonesia. Yang selalu mereka bicarakan tetap sama: komitmen untuk mendongkrak perdagangan dan investasi di Asia-Pasifik namun komitmen itu bersifat tidak mengikat.

Topik yang kurang lebih sama kemungkinan bakal dibicarakan lagi di Singapura, yang tahun ini mendapat giliran menggelar hajatan Konfrensi Tingkat Tinggi APEC pada 14-15 November. Namun, tahun ini pertemuan APEC disertai tema tambahan, yaitu bagaimana menyiasati krisis ekonomi global dan bagaimana komitmen investasi dan perdagangan bebas diantara para anggota dari kelompok negara maju mulai 2010, yang belum menghasilkan kesepakatan konkret. 

Kini, setelah APEC menginjak usia ke-20 tahun, sejumlah anggotanya sudah berangan-angan untuk membawa forum ini menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar di dunia. Berdasarkan komposisi anggotanya, APEC melingkupi sekitar 40 persen dari populasi dunia di empat benua dan menyumbang setengah dari volume perdagangan global.

Selain itu, studi baru menunjukkan bahwa APEC mungkin akan menjadi lebih efektif untuk mempromosikan perdagangan dari yang pernah dibayangkan sebelumnya. Sebagain tuan rumah pertemuan tahun ini, Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, menyatakan bahwa APEC harus berupaya mencari jalan menuju "visi jangka panjang" kawasan perdagangan bebas di Asia Pasifik.

"Ini akan menjadi perjalanan yang berliku," tulis Lee dalam surat undangan kepada para pemimpin sesama anggota APEC. "Kita perlu mengeksplorasi paradigma-paradigma pertumbuhan baru dan berupaya untuk menitegrasikan kawasan ini ke tahap berikut," lanjut Lee.

APEC tidak pernah dibentuk untuk menjadi forum negosiasi perdagangan. Forum ini hanya sekadar menghadirkan para pemimpin negara maju dan berkembang untuk bersama-sama berkomitmen mewujudkan perdagangan bebas kendati latar belakangan dan kemampuan negara mereka berbeda satu dengan yang lain.
 
Keanggotaan APEC begitu kompleks. Dari negara adidaya seperti Amerika Serikat sampai negara miskin seperti Papua Nugini masuk dalam keanggotaan APEC.

Kendati demikian, masih ada harapan bahwa forum ini dapat mengambil peran kunci dalam mempromosikan perdagangan bebas, kendati komitmen yang mereka hasilkan bersifat tidak mengikat. Forum ini memungkinkan para pemimpin dan pejabat senior masing-masing anggota untuk bertemu dengan bercengkerama.

Suatu analisis yang dipublikasikan Senin lalu menunjukkan bahwa volume perdagangan dengan sesama anggota APEC kini lebih besar dengan yang dilakukan anggota APEC dengan non-anggota.

Laporan itu tidak langsung memutuskan apakah keanggotaan APEC merupakan alasan utama bagi peningkatan perdagangan. Namun, analisis statistik menujukkan bahwa peningkatan perdagangan bisa jadi dipengaruhi oleh beragamnya keanggotaan, demikian menurut Philip Gaetjens, direktur lembaga penelitian independen, Policy Support Unit, yang menyajikan analisis itu.

Menurut Gaetjens, laporan itu menunjukkan bahwa "integrasi regional telah menjadi kuat dan makin berkembang di bawah pendekatan sukarela dan bersifat tidak mengikat sehingga bisa mengangkat tingkat perdagangan."
 
Dari 1989 hingga 2007, nilai total ekspor APEC meningkat dari US$1,2 triliun menjadi US$6,2 triliun. Tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun di kawasan APEC sebesar 9,5 persen. Ini lebih tinggi dibanding tingkat pertumbuhan rata-rata di tingkat global sebesar 8,9 persen.

Analisis itu juga menyatakan bahwa nilai ekspor dan impor dalam kawasan APEC relatif lebih besar dibanding di kawasan Uni Eropa - bahkan jauh melebihi nilai ekspor dan impor di kawasan NAFTA (Amerika Utara) dan Asia Selatan.

Kini, beberapa anggota APEC seperti Australia dan Singapura berupaya mendorong komitmen perdagangan bebas APEC ke arah persetujuan formal. Ide pembentukan kawasan perdagangan bebas di Asia Pasifik awalnya diusulkan pada KTT tahun 2006.

Kaum pendukung menilai bahwa zona perdagangan yang diusulkan itu akan menerapkan 42 perjanjian perdagangan bebas yang telah berlaku di kawasan ini secara simultan. Sebagian besar perjanjian itu selama ini dipandang sudah saling tumpang tindih sehingga bila diterapkan dalam satu atap akan berjalan lebih efektif dan bisa membawa kemakmuran yang lebih besar bagi ekonomi regional.

Namun, negara-negara lain khawatir bahwa APEC tak akan lagi menerapakan pendekatan yang fleksibel atau bersifat sukarela dan akan membentuk komitmen yang mengikat demi mewujudkan liberalisasi perdagangan. Lagipula, sulit untuk menyelaraskan atau mengharmoniskan pasal-pasal yang tidak konsisten yang terlanjur disepakati dalam sejumlah perjanjian perdagangan.

Sejumlah anggota yang sedang berkembang seperti Malaysia dan Thailand juga tidak begitu yakin dan bahkan menentang gagasan komitmen yang mengikat di dalam APEC.

Di saat yang sama, kepentingan utama China saat ini adalah mewujudkan perjanjian perdagangan bebas di kawasan Asia Timur. Masalahnya, liberalisasi pertanian masih menjadi isu politik yang rumit bagi Jepang, Korea Selatan, dan Filipina.    

Apakah ide perdagangan bebas regional terwujud atau tidak, sebagai tuan rumah, Singapur telah berinisiatif melakukan sejumlah pendekatan ke arah sana. Salah satunya dengan menggelar Konfrensi Tingkat Tinggi yang pertama antara Amerika Serikat dengan sepuluh negara anggota ASEAN, termasuk Myanmar.

Presiden Barack Obama akan duduk satu meja dengan Perdana Menteri Myanmar, Thein Sein, dalam pertemuan yang berlangsung pada 15 November mendatang. Ini merupakan forum pertama yang mempertemukan para pemimpin AS dan Myanmar, yang bersitegang selama berpuluh-puluh tahun.

Di bawah Obama, Washington telah mengubah pendekatan yang dilakukan George W. Bush dengan bersedia berdialog dengan Myanmar, yang diperintah junta militer sejak 1962.

"Ada banyak harapan yang bertumpu pada perubahan yang berlangsung di AS. Obama telah membawa harapan itu kepada Asia melalui pertemuan mendatang," kata Rebecca Fatima Sta Maria, seprang pejabat perdagangan Malaysia. (AP)

IP Podcast Meriahkan Hari KI Sedunia Tahun 2024 di 33 Provinsi
Viral, Pria Gorontalo Temani Jenazah Ayah di Dalam Keranda untuk Terakhir Kali

Viral, Pria Gorontalo Temani Jenazah Ayah di Dalam Keranda untuk Terakhir Kali

Aksi seorang pria asal Gorontalo, Sulawesi Tengah masuk ke dalam keranda sang ayah saat perjalanan menuju ke pemakaman viral di media sosial Jumat, 26 Apriil 2024.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024