Kasus Korupsi Hutan Riau

Mantan Bupati Pelalawan Surati Presiden

VIVAnews - Mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar, terpidana 11 tahun kasus korupsi penerbitan izin pemanfaatan hutan di Riau, mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya.

Dalam surat yang dikirim ke Istana Negara pada pekan lalu itu, Azmun meminta keadilan dalam kasus hukum yang melilitnya dengan mengungkapkan sejumlah kejanggalan atas vonis yang diterimanya.

Dalam surat itu, Azmun mengaku dirinya dizalimi dan dijadikan korban untuk menyelamatkan pihak lain. "Saya memohon keadilan kepada Presiden. Saya dijadikan ‘tumbal’ kasus hutan di Riau untuk menyelamatkan pihak-pihak lain," katanya dalam siaran pers yang diterima VIVAnews di Jakarta Sabtu malam, 7 November 2009.

Azmun mengakui, dirinya dihukum bersalah karena menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT). Namun, hingga kini belasan perusahaan yang mengenyam keuntungan dari izin tersebut masih beroperasi.

"Kalau surat izin yang saya keluarkan dinyatakan tidak sah, mestinya perusahaan-perusahan itu juga harus berhenti memanfaatkan hutan," kata Azmun. Kenyataannya, izin yang ia terbitkan itu masih dipakai oleh perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hutan tersebut. "Sampai sekarang, izin yang saya terbitkan tidak pernah dicabut. Ini kan aneh."

Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan kasasi pada 3 Agustus 2009 lalu. MA menyatakan Azmun dijatuhi pidana 11 tahun dan denda Rp 500 ribu. Azmun dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut. Selain itu, ia juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 12.367.780.000.

Keputusan ini juga dinilai janggal oleh Azmun. "Kalau dinyatakan melakukan perbuatan korupsi bersama-sama, kenapa cuma saya yang dihukum? Ini tidak adil," katanya.

Soal uang pengganti, dia juga tidak terima jika harus menanggung semuanya. Sebab, masih banyak orang yang menerima duit itu tapi belum tersentuh hukum. "Upaya pemberantasan korupsi jangan tebang pilih," ujar Azmun.

S.F. Marbun, pengacara Azmun dari kantor hukum Maqdir Ismail & Partners menambahkan, banyaknya kejanggalan dalam vonis MA terhadap kliennya. Surat dakwaan disebutkan bahwa Azmun melakukan tindakan itu bersama-sama, di antaranya dengan Gubernur Riau dan Kepala Dinas Kehutanan Riau. "Sebelum putusan ada salinan petikan yang menyebutkan tindakan itu dilakukan secara bersama-sama," katanya.

Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa putusan itu juga berimplikasi pada ganti rugi yang harus dibayar oleh 15 perusahaan yang tergabung dalam Riau Andalan Pulp and Paper. "Di dalam pertimbangan hukum di putusan pengadilan tinggi disebutkan kerugian Rp 1,2 triliun yang diperoleh dari hasil kayu adalah diperoleh dengan cara melawan hukum," katanya.

Tetapi putusan Mahkamah Agung dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa hasil kayu tersebut merupakan harta kekayaan pihak ketiga yang beritikad baik. Padahal, putusan pengadilan tinggi adalah menyita kayu-kayu yang hasilnya dinikmati ke-15 perusahaan tersebut dan mewajibkan perusahaan mengganti rugi.

Akibatnya, berdasar putusan MA, ke-15 perusahaan tidak wajib membayar ganti rugi. "Karena dalam putusan MA dikatakan bahwa itu kekayaan," kata Marbun.

Putusan ini tak pelak membuat pihak Azmun bertanya-tanya. "Kalau ini dikatakan kekayaan, lalu apa yang dirugikan oleh Tengku," ujarnya. Atas ketidakpuasan itu, Marbun mengatakan saat ini pihaknya sedang menyusun peninjauan kembali atas putusan MA tersebut.

antique.putra@vivanews.com

Kemenhub Pastikan Mudik 2024 Lancar, Intip Daerah Tujuan Terbanyak hingga Angkutan Terfavorit
Ilustrasi perkelahian dan pengeroyokan.

4 Pria Terkapar Babak Belur di Depan Polres Jakpus, 14 Anggota TNI Diperiksa

Para anggota TNI itu diduga tak terima Prada Lukman dikeroyok preman di Pasar Cikini, Rabu, 27 Maret 2024. Prada Lukman membela ayah rekannya yang dipalak kawanan preman.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024