Kasus Sisminbakum

Bukan Sarana Biasa

VIVAnews - KANTOR penting itu hanya berupa satu bilik kecil, terhimpit di antara lift dan satu loket antrian. Letaknya di lantai dasar Gedung Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum,  Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.  Di pintu ada tulisan: PT Sarana Rekatama Dinamika. 

Bilik itu tak tampak menggeliat pada  Kamis, 13 November lalu. Padahal hari sudah siang. Pada bagian kaca, digantung satu tanda “Close”. Tak jelas mengapa.  Dari jendela kaca, tampak tumpukan berkas berantakan.  Persis di depan bilik itu, ada satu kantor lain: Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Hukum dan HAM.

Dua unit usaha, satu koperasi dan satunya lagi perusahaan, itulah kini menjadi sorotan Kejaksaan Agung.  PT Sarana dituding turut terlibat dalam praktik merugikan negara Rp 400 miliar. Perusahaan itu bergerak di bidang IT, dan sejak 2001 mendapat order dari Koperasi Pengayoman. Tugasnya, merancang dan melakukan sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum) melalui sistem online.

Harus diakui, sebelum ada proses pendaftaran online, banyak berkas permohonan terbengkalai. Tiap bulan, rata-rata tiga ribu berkas masuk ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum itu. Misalnya, permohonan pendirian organisasi, akte perusahaan, atau mengubah anggaran dasar dan rumah tangga organisasi.

Sebelum lahir sistem online,  semua urusan administrasi itu dikerjakan manual. Setiap bulan, rata-rata, ada tiga ribu berkas pendaftaran.  Belum lagi model begini rawan korupsi. Soalnya, ada kontak antara pemohon dan petugas.  Kutipan liar di departemen itu pun kerap jadi gerutuan para notaris. 

Maka, ide layanan online itu pun diajukan oleh Direktorat Adminsitrasi Hukum Umum. Karena dana cekak, mereka butuh pihak ketiga. Lalu, ditunjuklah Koperasi Pengayoman selaku pihak yang mengadakan jasa layanan itu. Koperasi itu pun lalu menunjuk PT Sarana Rekatama sebagai pelaksana. “Penunjukkannya oleh menteri,” kata bekas Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum itu. Dia menjabat sejak 2001-2002.

Adalah Menteri Hukum dan HAM, saat itu dijabat Yusril Ihza Mahendra, menunjuk langsung PT Sarana Rekatama Dinamika. Tapi, kata Yusril, dia menunjuk PT itu dalam kapasitasnya sebagai pembina koperasi. “Secara ex officio, menteri kehakiman adalah pembina koperasi,” ujar Yusril, Kamis pekan lalu.

PT Sarana Rekatama, berdasarkan aktenya, berdiri Juni 2000. Perusahaan ini memang bergerak di bidang solusi IT. Pada akte perusahaan itu, tercatat nama Bambang Rudijanto, Haji Gerard Yakobus dan Endang Setiawaty sebagai komisaris, dan Yohannes Waworuntu sebagai direktur.  Kantornya beralamat di Menara Kebon Sirih Lantai 8, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.  Perusahaan inilah yang menjalankan situs registrasi online www.sisminbakum.com itu.

Proyek registrasi online itulah tampaknya jadi andalan PT Sarana. Dalam situs perusahaan itu, www. srd.co.id, disebutkan mereka sukses sebagai pelayan jasa aplikasi bagi Departemen Hukum dan HAM. “Kita telah melayani lebih dari 5.500 notaris di Indonesia,” tulis situs itu.

Tarif  jasa layanan online itupun lumayan. Ongkos transaksi online sekitar Rp 250 ribu sampai Rp 1 juta. Jaksa menduga, setiap bulannya, Sistem Administrasi itu menghasilkan uang Rp 25 miliar.  Selama hampir tujuh tahun, diduga ada perputaran uang Rp 2.1 triliun di sana.

Itulah sebabnya Kejaksaan Agung lalu memanggil Bambang Rudianto Tanoesoedibjo, Senin, 10 November 2008. Dia adalah kuasa pemegang saham PT Sarana. “Dia keponakan Harry Tanoe, dan diperiksa  sebagai saksi,” ujar Ketua Tim Penyidik kasus itu, Farid Haryanto. Selain Bambang, diperiksa juga Hartono Tanoesoedibjo dan Direktur PT Sarana, Yohannes Waworuntu, serta dua stafnya.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendi mencium bukti baru dari pemeriksaan itu.  “Nilai alat itu (situs online) tidak lebih dari Rp 500 juta,” ujar Marwan. Tentu, angka itu lebih tinggi dari perkiraan awal yang disebut-sebut mencapai Rp 40 milyar. Menurut Marwan, dia masih mengejar ihwal penentuan harga itu, dan mengapa pula proyek itu harus kontrak dengan swasta.  “Kalau cuma Rp 500 juta, kenapa tak pakai dana APBN saja?”

Yang jelas, PT Sarana tampaknya makin sehat. Sewaktu berdiri pada 2000, perusahaan itu tercatat bermodal dasar Rp 1,5 milyar. Tapi, pada 2004, di catatan akte, modal perusahaan itu menjadi Rp 20 milyar. Juga komposisi modalnya berubah. Tercatat, pada 2004, PT Bhakti Asset Management menaruh modalnya sebesar Rp 10 miliar. Perusahaan itu lalu jadi pemegang saham terbesar.  PT Bhakti Asset Management, adalah anak perusahaan PT Bhakti Capital Indonesia Tbk. Perusahaan itu  adalah sub-holding PT Bhakti Investama Tbk, bendera bisnis pengusaha Harry Tanoesoedibjo, atau Harry Tanoe.

Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra, menolak tudingan adanya kaitan penunjukkan PT Sarana dengan Harry Tanoe. “Saya tak kenal dia”, ujar Yusril. Kecurigaan itu barangkali muncul, karena di PT Sarana ada juga nama Haji Gerard Yakobus, yang pernah aktif di Partai Bulan Bintang, partai politik pimpinan Yusril. 

Tapi, kata Yusril, Gerard sudah non aktif  sewaktu Sarana ditunjuk menjadi rekanan.  “Dia terakhir aktif di partai sampai 1999,” kata Yusril.  Tudingan kolusi seperti itu, kata dia, terlalu jauh. “Kalau dicari sih, nggak habis-habis”.

Tentu, ini tugas Jaksa Marwan membuktikan situs “Sisminbakum” itu dibuat seperti cita-cita awal: anti korupsi dan kolusi.

Suzuki Siap Jual Motor Listrik Murah dengan Desain Retro, Intip Bocorannya
Dirjen Binwasnaker dan K3 Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang

Kemnaker Berkomitmen Terus Tingkatkan Kinerja Layanan Publik Balai Besar K3 Jakarta

Kemnaker terus meningkatkan kinerja pelayanan publik dari Balai Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (BBK3) Jakarta pada bidang pelayanan K3 di Industri.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024