Program Stimulus Cina Beri Dampak Bagi Dunia

Beijing - Kebijakan Cina Minggu lalu, 9 November 2008, yang mencanangkan program stimulus senilai 4 triliun yuan (US$ 586 miliar) demi menggerakkan program ekonominya  disambut baik para investor mancanegara. Sambutan sudah terasa dengan naiknya indeks harga saham di sejumlah bursa di Jepang, Hong Kong dan Cina.

Menurut kalangan pengamat, program domestik itu merupakan peran yang telah ditunggu-tunggu dari Cina untuk membantu mengatasi krisis keuangan global dan ancaman resesi ekonomi dunia. Ini mengingat Cina telah dipandang sebagai ekonomi terbesar nomor empat di dunia dan berpotensi punya peran yang besar dalam mengatasi krisis.

Dalam program tersebut, pemerintah berkomitmen untuk membiayai lebih banyak lagi pembangunan infrastruktur, seperti jalan, bandar udara serta sarana-sarana lain. Di samping itu, pemerintah juga akan mengurangi pajak bagi para eksportir sekaligus memberi subsidi yang lebih besar kepada kaum miskin dan petani.

Anggaran untuk layanan kesehatan dan pendidikan akan ditingkatkan. Begitu pula dengan anggaran untuk perindungan lingkungan hidup dan pengembangan teknologi canggih.     

Namun, pemerintah Cina juga berharap partisipasi investasi korporat dan bank untuk membiayai proyek-proyek pedesaan, perusahaan-perusahaan kecil serta konsumen.

"Saya tidak yakin bahwa dengan mengandalkan dana stimulus fiskal bisa terus mempertahankan stabilnya pertumbuhan ekonomi. Saya melihat dana itu ibarat sebuah mobil yang mendapat setrum yang baru. Invetasi dan pinjaman dari pihak swasta-lah yang akan berperan untuk memastikan program berjalan dengan stabil," ekonom UBS Securities, Tao Wang. 

Dari total dana tersebut, pemerintah Cina kemungkinan hanya menyumbang seperempatnya saja, atau sekitar 1 triliun yuan (sekitar US$ 145 miliar). Selebihnya berharap dari "perusahaan-perusahaan pemerintah, pinjaman bank atau penjualan obligasi oleh pemerintah lokal untuk proyek-proyek individual, kata Ting Lu, ekonom dari Merrill Lynch.  

"Banyak perusahaan pemerintah yang memiliki banyak uang. Mereka perlu menggunakannya," kata Lu.

Pengumuman paket stimulus Cina tersebut bertepatan saat para pemimpin 20 negara (G20), yang berasal dari ekonomi maju dan berkembang, menyerukan peningkatan belanja pemerintah untuk mendongkrak ekonomi dunia yang tengah bermasalah. Saat bertemu di Brazil, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral anggota G20 juga menyatakan bahwa negara-negara berkembang patut memainkan peran penting dalam proses reformasi sistem keuangan dunia. 

Maka langkah pemerintah Cina tersebut bagaikan embusan angin segar. Itu karena pertumbuhan ekonomi Cina, di tengah krisis keuangan global, sudah diproyeksikan menurun drastis sehingga bisa menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan keresahan sosial di kalangan rakyat. 

Para eksportir di Cina sudah mengeluh bahwa tingkat pesan akhir-akhir ini menurun tajam. Ujung-ujungnya banyak pabrik terancam tutup dan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal. Pertumbuhan ekonomi Cina pun, yang rata-rata dua dijit, dalam kuartal terakhir tahun ini turun menjadi 9 persen.

Itu merupakan pertumbuhan terendah dalam lima tahun terakhir. Selain itu kalangan pengamat mewanti-wanti bahwa pertumbuha ekspor di Cina bisa turun hingga nol persen dalam beberapa bulan mendatang seiring kian lemahnya permintaan global atas produk buatan "Negeri Panda" tersebut. 

Khawatir dengan terus menurunnya pertumbuhan ekonomi, melalui program stimulus pemerintah Cina telah memperluas target dari yang tadinya hanya ingin memerangi inflasi kini turut pula memperluas kegiatan ekonomi sekaligus meredam naiknya harga. Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah juga telah tiga kali memangkas suku bunga dan mencabut batas nominal pinjaman yang bisa dilakukan bank.  

Sejalan dengan itu, pemerintah Cina juga berjanji akan menambah proporsi belanja untuk pengembangan kesejahteraan sosial demi mengatasi kesenjangan antara warga yang kaya dengan yang miskin. Bagi sebagian kalangan pengamat, langkah tersebut mirip dengan yang dilakukan mendiang Presiden Amerika Serikat (AS), Franklin D. Roosevelt saat menetapkan program "New Deal" di tengah Resesi Besar dekade 1930-an.  

"Bertambahnya nilai belanja untuk kesejahteraan sosial dan pembangunan pedesaan pada akhirnya akan membantu terdongkraknya konsumsi," kata Jing Ulrich, pengamat dari JP Morgan & Co dalam laporan tertulis. 

Maka paket stimulus pemerintah Cina dianggap sebagai upaya terkini dalam mengatasi krisis. Sebelumnya, dalam tiga tahun terakhir, pemerintah Cina menerapkan langkah-langkah pengetatan pinjaman dan anti-inflasi. Namun langkah-langkah tersebut belum cukup efektif sejak pertengahan 2008 atau saat pemerintah mulai memperingatkan meningkatnya gejala melemahnya pertumbuhan ekonomi.
 
Tak heran bila program baru stimulus ekonomi Cina mendapat sambutan hangat dari kalangan pemimpin mancanegara. Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown, menyambut baik langkah Cina itu dan kini berharap bisa berdiskusi dengan Presiden Hu Jintao untuk melakukan langkah terpadu saat kedua pemimpin hadir dalam pertemuan G20 di Washington DC pekan depan. (AP) 

Meyakini Kebangkitan Marc Marquez di MotoGP Spanyol 2024
Antrean penumpang di area baggage drop Terminal 3, Bandara Soetta, Tangerang

Puncak Arus Balik Lebaran 2024 di Bandara Soetta Mulai Menurun

Pergerakan penumpang pada puncak arus balik Lebaran Hari Raya Idul Fitri 2024 yang terjadi pada Senin, 15 April 2024 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, nyatanya mengal

img_title
VIVA.co.id
16 April 2024