Petani Bantah Sebabkan Industri Kakao Jatuh

VIVAnews - Petani kakao yang tergabung dalam Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) membantah menjadi penyebab melorotnya industri pengolahan kakao. 

"Industri kakao bermasalah, tidak bisa digeneralisir bahwa kekurangan bahan baku," kata Ketua Umum Askindo Halim A Razak di Jakarta, Kamis, 9 Juli 2009.

Halim menjelaskan, sebanyak 16 industri pengolahan kakao di Indonesia, dengan kapasitas terpasang 274 ribu ton biji kakao, tidak semuanya berhenti produksi. "Semuanya tidak dalam kondisi terpuruk," ujarnya.

Bahkan, dia menambahkan, terdapat lima perusahaan yang beroperasi dengan kapasitas penuh. Di antaranya, PT General Food Industries dengan kapasitas terpasang 70 ribu ton, PT Kakao Mas Gemilang (6 ribu ton), PT Cocoa Ventures Indonesia (12 ribu ton), PT Mas Ganda (10 ribu ton), dan PT Bumi Tangerang Mesindotama (25 ribu ton).

"Baik produksi maupun pemasaran kelima perusahaan tersebut berjalan baik," kata Halim.

Tiga perusahaan lainnya sudah sejak lama tutup pabrik, karena berbagai alasan. PT Cocoa Wangi Murni dengan kapasitas terpasang 15 ribu ton sudah tutup sejak 2007, PT Inti Cocoa Abadi Industries (25 ribu ton) sudah tutup sejak 2005. PT Industri Kakao Utama (25 ribu ton) dalam perkembangan pendirian pabrik mendadak berhenti.

Sedangkan delapan perusahaan lainnya, ada yang terpaksa berhenti produksi tapi ada pula yang kapasitas produksinya tidak 100 persen. Sebanyak 3 perusahaan, yakni PT Poleco Industry (6 ribu ton), PT Budidaya Kakao Lestari (8 ribu ton), dan PT Teja Sekawan Cocoa Industries (12 ribu ton), tidak berproduksi dengan kapasitas penuh.

Lima perusahaan lainnya, yakni PT Davomas Abadi Tbk (20 ribu ton), PT Maju Bersama (25 ribu ton), PT Effen Indonesia (15 ribu ton), PT Unicom Makassar (10 ribu ton), dan PT Kopi Jaya Kakao (10 ribu ton), terpaksa berhenti produksi karena beragam sebab. 

"Ada yang karena masalah internal perusahaan, ada juga yang mau dijual pemiliknya, lalu yang lain karena pemiliknya lebih suka ekspor dibandingkan operasikan pabrik pengolahan," kata dia.

Dua perusahaan lainnya, tepatnya di Makassar, harus tutup karena masalah internal perusahaan dan karena kesulitan menjual produknya.

"Jadi secara keseluruhan, bukan masalah bahan baku yang langka," kata Halim. Bahkan, dia menambahkan, lima perusahaan yang berproduksi dengan kapasitas penuh ini kerap menolak pasokan bahan baku yang ditawarkan petani karena gudangnya penuh.

Pemerintah, menurut Halim, seharusnya mengidentifikasi permasalahan industri kakao secara kasus per kasus.

"Kalaupun ada industri yang bilang kekurangan bahan baku maka eksportir seluruh Indonesia bersedia meneken kontrak jangka panjang untuk memasok ke dalam negeri," ujarnya.

Industri dalam negeri menggunakan bahan baku biji kakao sebanyak 150 - 200 ribu ton dalam setahun. Sementara produksi tahunan biji kakao mencapai 500 ribu ton, sehingga sisanya sebanyak 300 - 350 ribu ton diekspor.

"Setiap tahunnya, devisa dari ekspor kakao mencapai US$ 1,4 miliar dengan harga biji kakao di atas US$ 2 ribu per ton," katanya. hadi.suprapto@vivanews.com


• Menurut penghitungan quick count SBY-Boediono menang. Benar atau salah? Dapatkan SMS data suara Pilpres 2009 dari tabulasi resmi KPU. Updated 2 kali per hari hingga pengumuman pada 27 Juli 2009. Ketik REGHASIL kirim ke 9386. Hanya Rp. 1000/SMS
• Untuk mengenang kepergian Michael Jackson, aktifkan RBT Michael Jackson sekarang juga DI SINI 



Suami Bunuh Istri dan Tikam Pria Selingkuhan Gegara Pergoki Chatingan Mesra
Pemudik yang meninggalkan Jakarta lewat Gerbang Tol Cikampek Utama

Jasa Marga Beri Diskon Tarif Tol Arus Balik Lebaran, Catat Tanggalnya

PT Jasa Marga kembali memberlakukan potongan tarif tol 20 persen untuk semua kendaraan yang melintas di Tol Trans Jawa pada periode arus balik dari Semarang ke Jakarta.

img_title
VIVA.co.id
12 April 2024