Pemilu 1971

Golkar Langsung Menjadi Raja


Pada 1971, pemerintah Orde Baru menyelenggarakan pemilu pertama di era awal kekuasaanya. Banyak sarjana berpendapat kalau pemilu itu sebetulnya cuma formalitas untuk meraih label sebagai pemerintahan yang demokratis sekaligus jalan untuk meraih legitimasi politik Orde Baru. Sejumlah analis politik menilai kekuasan yang berada di tangan Soeharto didapatkan melalui serangkaian upaya kudeta secara merangkak terhadap Soekarno. Praktis sejak 1 Oktober 1965 secara de facto kekuasaan berada di tangan Soeharto kendati Soekarno masih secara de jure memegang kekuasaan.

Pemilu pertama di era Orde Baru ini diikuti oleh sembilan partai politik, yakni Partai Katolik Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Murba, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Partai Nahdlatul Ulama, Partai Syarikat Islam Indonesia, Partai Muslimin Indonesia dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Indonesia dan juga Golongan Karya.

Karena mendapatkan dukungan dari ABRI dan kelompok teknokrat, Golkar keluar sebagai pemenang pemilu 1971. keputusan dukungan ABRI kepada Golkar ditentukan dalam rapat pimpinan ABRI pada 1969, di mana para petinggi ABRI menyimpulkan perlunya suara ABRI “disumbangkan” buat pemenangan Golkar dalam Pemilu.(Bonnie Triyana)

Golkar mengklaim kemenangannya dalam pemilu 1971 akibat dari ketidakpuasan rakyat kepada partai politik. Argumen inilah yang juga digunakan oleh penguasa untuk menyederhanakan partai pada 1973. Fusi partai menjadi tiga peserta pemilu mulai dijalankan pada penyelenggaraan pemilu tahun 1977.

Dalam pemilu 1971, partai-partai politik mendapat 124 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. Sementara itu Golongan Karya mendapatkan 261 kursi sudah termasuk dengan tambahan 25 kursi wakil yang diangkat langsung oleh Presiden Soeharto dan ABRI mendapat jatah kursi 75. Untuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, partai-partai politik mendapatkan 168 kursi sedangkan perolehan kursi Golkar jauh melampui itu, yakni 340 kursi.

Dengan modal dominasi di parlemen itulah Soeharto dikukuhkan menjadi presiden Indonesia untuk masa bakti sampai dengan 1976. Kesempatan itu digunakan oleh pemerintah Orde Baru untuk menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun yang pertama (Repelita I) yang menekankan pada sektor perbaikan ekonomi, pembangunan pertanian dan industri penunjangnya.

Memang sejak 1969 pemerintah Orde Baru sudah melakukan ancang-ancang terhadap beberapa persoalan yang mereka anggap warisan Orde Baru, seperti tingginya angka inflasi dan banyaknya pengangguran. Orde Baru membutuhkan teknokrat-teknokrat yang mampu menjawab persoalan yang menghadang Indonesia dewasa itu. Beberapa sarjana ekonomi lulusan Amerika yang akrab dengan pemikiran ekonomi ala barat diberdayakan. Walhasil Indonesia pun mengimani sistem ekonomi kapitalis yang bertumpu kepada kekuatan modal.

Serangkaian lobi-lobi kepada lembaga dana internasional pun mulai dilakukan. Negara-negara barat diundang menjadi pendonor buat Indonesia yang mewarisi kekacauan ekonomi Orde Lama. Sumber daya alam dijadikan konsesi bagi negara yang bermurah hati memberikan “bantuan lunak” kepada Indonesia.

Dengan penyelenggaraan Pemilu 1971 dan kemenangan Golkar yang dibantu suara ABRI di dalam parlemen, maka tiada lagi penghambat yang berarti untuk membangun fondasi kekuasaan Orde Baru. Soekarno telah didepak pada 1967, para pendukungnya yang datang dari kelompok nasionalis kiri dan juga PKI sudah diselesaikan dengan jalan pembunuhan massal dan pemenjaraan massal di berbagai penjara dan pulau di Indonesia.

Dengan berbekal legitimasi politik sebagai pemerintahan hasil pilihan rakyat dalam Pemilu 1971, Orde Baru menjalankan program pembangunan yang menitikberatkan pada program perbaikan ekonomi dan stabilitas politik dan keamanan. Demi pertumbuhan ekonomi, pemerintah Orde Baru membuka keran investasi luar negeri. Sementara itu demi menjaga pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dijaga sedemikian rupa sehingga seringkali mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan dengan banyak pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Orde Baru.

Kelompok-kelompok oposisi terhadap pemerintahan dibungkam dan tidak diberi kesempatan untuk bersuara. Tiga tahun semenjak pemilu 1971, terjadi kerusuhan Malari 1974. Kerusuhan itu dipicu karena penguasa dinilai terlalu membuka diri kepada masuknya modal asing, terutama kepada Jepang. Semua aktivis mahasiswa dan intelektual yang dituduh berada di belakang huru-hara itu diadili. Pemerintah Orde Baru pimpinan Soeharto yang telah dipilih secara demokratis oleh rakyat dalam Pemilu 1971 ternyata melanggar demokrasi itu sendiri.

Surya Paloh Pikir-pikir Usung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024
Nathan Tjoe-A-On

Kata Shin Tae-yong Usai Heerenveen Izinkan Nathan Tjoe-A-On Kembali ke Timnas Indonesia U-23

Pelatih Timnas Indonesia U-23, Shin Tae-yong buka suara terkait Nathan Tjoe-A-On yang bisa kembali memperkuat Timnas Indonesia U-23 di perempat final Piala Asia U-23 2024

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024