Pledoi Burhanuddin Abdullah:

"Saya jadi Terdakwa karena Saya Gubernur BI"

VIVAnews - Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah terpukul atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam kasus aliran dana Bank Indonesia selama delapan tahun penjara. "Saya duduk sebagai terdakwa hanya karena saya menjabat sebagai Gubernur pada periode 2003-2008," kata dia ketika membacakan pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dipimpin Hakim Gusrizal, Jakarta, Rabu, 15 Oktober 2008.
 
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Burhanuddin bersalah karena memperkaya sejumlah mantan pejabat Bank Indonesia dan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Burhanuddin juga harus membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara.
 
Kasus ini bermula dari laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebutkan adanya aliran dana senilai Rp 31,5 miliar ke sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Komisi Keuangan dan Perbankan. Dana sebagai biaya diseminasi dan diduga merupakan gratifikasi itu dikucurkan guna menjaga kepentingan bank sentral dalam pembahasan amandemen UU Bank Indonesia dan penyelesaian masalah bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
 
Selain duit yang mengalir ke DPR, audit BPK itu mengungkap kucuran dana sejumlah Rp 68,5 miliar yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan hukum para mantan pejabat bank sentral yang terbelit kasus BLBI.
 
Disebutkan dalam audit itu, uang yang diambil dari Yayasan Pengembangan Perbankkan Indonesia (YPPI) atau Lembaga Perkembangan Perbankkan itu antara lain digunakan untuk membayar sejumlah pengacara dan para penegak hukum.
 
Menurut Burhanuddin, ia tidak mengambil uang sepeser pun dari negara untuk memperkaya diri sendiri. "Fakta ini tidak lazim dalam kasus korupsi di Indonesia," kata dia. Tindakan Burhanuddin, kata dia, merupakan keputusan dewan bersama dewan gubernur. "Keterlibatan saya hanya pada tataran kebijakan," kata Burhan. "Apakah saya ini sengaja dikorbankan."
 
Ia juga menolak bahwa pembahasan penyelesaian BLBI, tidak pernah membicarakan soal kebutuhan dana. Aulia Pohan, kata dia, yang menyampaikan informasi adanya kebutuhan dana itu. "Saya bukan inisiatornya," kata Burhanuddin. Bantuan hukum kepada para mantan itu, dia melanjutkan sudah dicairkan ketika ia memulai menjabat Gubernur BI. Bahkan, kata Burhan, Aulia Pohan dan Maman Soemantri telah mencairkan uang itu sebelum Rapat Dewan Gubernur 22 Juli 2003.
 
Burhanuddin juga membantah atas tuduhan tidak mengakui dan tidak berterus terang. "Tidakkah saya telah mengemukakan dan menjawab semua pertanyaan," kata dia.
 
Terkait dengan disposisi, kata Burhan, itu bukanlah merupakan persetujuan. "Itu hanya merupakan penerusan pekerjaan sebagai bagian dari segregation of duty dalam sebuah birokrasi," kata dia. "Tidak bisa dianggap sebagai persetujuan Gubernur Bank Indonesia." Diposisi saya, kata Burhan, selalu merujuk pada keputusan Rapat Dewan Gubernur.

Elite PAN soal PKB-Nasdem Gabung Prabowo: Ini Masih Perubahan atau Keberlanjutan? 
Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali

Nasib 2 Debt Collector Ambil Paksa Mobil Polisi, Kemenhub Pangkas Jumlah Bandara Internasional

Berita tentang nasib dua debt collector yang hendak mengambil paksa mobil Aiptu Fandri di parkiran salah satu pusat perbelanjaan di Kota Palembang jadi yang terpopuler.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024