RUU Pilpres

15 Oktober 2008 Lobi Terakhir


VIVAnews – Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden (RUU Pilpres) sudah 10 kali dibawa ke lobi namun gagal terus. Ditargetkan pada Rabu, 15 Oktober 2008 adalah lobi terakhir dan jika gagal lagi dibawa ke rapat paripurna pada 24 Oktober 2008 dengan sejumlah opsi untuk devoting.

MK Juga Surati KPU dan Bawaslu, Bakal Bacakan Dua Putusan

Demikian dikemukakan anggota Panitia Kerja (Panja) lobi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Lukman Hakim Saefudin, Senin, 13 Oktober 2008 ketika ditanya VIVAnews. Menurut Lukman, jika pada 15 Oktober 2008 nanti gagal diputuskan di lobi, materi RUU Pilpres dibawa ke rapat paripurna untuk devoting di sana. “Walau pun pemerintah minta tidak divoting,” kata Lukman tentang lobi Jumat, 10 Oktober 2008.

Menurut wakil Ketua Pansus RUU Pilpres dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Yasonna H Laoly, Pansus berharap yang mengikuti lobi saat ini adalah pimpinan politiknya langsung. Menurut Laoly, angka untuk syarat mengajukan calon presiden/calon wakil presiden sudah mengarah pada suatu angka kompromi, yakni 20 persen.

Kantongi Surat Tugas Maju Pilgub, Bobby Nasution: Tak Perlu Daftar Lagi ke Golkar Sumut

Disebutkannya, Fraksi Partai Keadilan dan Sejahtera (FPKS) sudah memberikan angka 20 persen. “Golkar juga sudah bersedia turun tapi belum menyebut angka pastinya, PDIP juga tidak mutlak-mutlakan, kami bersedia kok tapi lihat yang lain dulu, Partai Demokrat dan beberapa lainnya masih 15 persen,” kata Yasonna.

Dikatakannya juga, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) dan Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) sudah bersedia pada angka 20 persen. Menurut Yasonna, FPDIP menginginkan kuota yang besar karena UU ini diharapkan memberi penguatan sistem sehingga dari awal ada basis dukungan yang cukup kuat. Selain itu agar pemerintah stabil. “Kalau dukungan kecil tentu kan seperti SBY sekarang yang tidak kuat,” katanya.

Bea Cukai dan Bareskrim Polri Jalin Sinergi Gagalkan Peredaran Narkotika di Tangerang dan Aceh

Tentang materi lainnya, yakni soal rangkap jabatan di parpol dan di pemerintahan bagi capres/cawapres yang terpilih, juga masih alot dibahas. Fraksi Partai Golkar dan FPDIP bersikukuh soal tersebut tidak perlu diatur di dalam RUU Pilpres. “RUU Pilpres hanya mengatur sampai tahap terpilihnya presiden sementara hal-hal lain sebaiknya diatur di uu yang lain,” katanya.

Sementara fraksi lainnya bertahan pada pendapat hal ini perlu diatur dan merupakan hal lazim seperti halnya anggota DPR yang harus melepaskan profesi advokat atau notaris. Soal sanksi bagi calon yang mundur pada putaran pertama, sudah disepakati akan dikenai denda sebesar Rp 50 miliar dan yang mundur pada putaran kedua dikenai denda sebesar Rp 100 miliar.

RUU Pilpres memang sangat terkait dengan kepentingan partai politik di Pilpres 2009. Tidak mengherankan jika pertarungan terus terjadi di pembahasan baik di Pansus, Panja maupun di lobi. Masing-masing parpol bertahan dengan usulannya terkait syarat untuk maju sebagai capres/cawapres.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya