VIVAnews – Dilupakan pelatih Juergen Klinsmann, striker Bayern Muenchen, Lukas Podolski, akhirnya berani ambil keputusan. Pemuda berdarah Polandia itu tak mau menunggu lama lagi untuk pergi meninggalkan klubnya..
“Saya hanya bisa bilang sekarang saya fokus pada Bayern. Tapi saya tahu, sekarang bukan waktu yang baik buat diriku,” ujar Poldi –sapaan akrabnya- pada Goal.
“Saya akan memutuskan (pergi atau tidak) musim dingin ini,” tambah pemain 23 tahun itu.
Prince Poldi berjuang keras untuk masuk starting line-up Klinsmann. Sayang, Klinsi lebih suka menduetkan Luca Toni – Miroslav Klose di barisan depan. Kegundahan Poldi sering dituangkan dalam wawancara dengan media Jerman. Selain bertujuan mencari simpati, Poldi ingin Klinsi kembali memperhatikannya.
“Kami tahu Poldi telah berusaha sebaik mungkin dan dia harus membuktikan itu. Tapi Poldi belumlah sehebat yang ia pikirkan,” terang Klinsi seperti dilansir FIFA.com
Poldi tampil begitu impresif bersama Jerman di Piala Dunia 2006. Ia juga menorehkan 30 gol dalam 57 caps-nya bersama tim Panser. Klinsi –mantan pelatih Poldi di timnas- tak percaya lagi dengan anak muda yang telah dibinanya selama dua tahun itu.
“Saya kenal dia selama dua tahun. Saya hafal kelebihannya, tapi saya juga tahu kelemahannya,” tambah Klinsi.
17 September lalu, Klinsi sempat menegaskan Podolski tetap di Allianz Arena. Tapi kritikan petinggi Bayern, Karl-Heinz Rummenigge, membuat Poldi tak tahan lagi. Rummenigge menuduh pria bertinggi 182 cm itu egois dan tak peduli dengan kepentingan klub.
“Saya tak mengerti apa maunya (Poldi). Saya minta ia berkomitmen penuh untuk Bayern. Dia harusnya fokus pada kontrak hingga 2010,” ujar Rummenigge.
Konflik Poldi menambah panjang deret masalah Muenchen. Saat ini The Bavarian terpuruk di peringkat 10 klasemen sementara. Dua kekalahan termasuk dihajar Werder Bremen 5-2, membuat posisi Klinsi tersudut.
Mengenali Tanda-Tanda Tantrum Tidak Normal pada Anak, Orang Tua Harus Merespons dengan Cermat
Tantrum adalah ledakan perilaku yang mencerminkan suatu respon disregulasi terhadap rasa frustasi anak sehingga anak tak mampu meregulasi rasa frustasi yang yang dialami.
