Penggelembungan Harga Mesin Jahit

Indonesian Corruption Watch melaporkan adanya dugaan korupsi dalam pengadaan 5.500 mesin jahit oleh Departemen Sosial. Pengadaan dalam rangka Program Penanganan Fakir Miskin melalui Motorisasi Sarana Penunjang Produksi (SAPORDI) Industri Rumah Tangga Bidang Konveksi ini diindikasikan telah terjadi penggelembungan harga.

A. Indikasi Penggelembungan Harga:

Mengingat program ini adalah program sosial, maka Sekretaris Jendral Departemen Sosial RI mengirimkan surat No. 504/SJ/JS/XI/2004 tanggal 24 November 2004 kepada Departemen Keuangan untuk mendapatkan kemudahan dalam proses mendatangkan mesin jahit tersebut. Kemudahan itu dalam bentuk pemberian pembebasan bea masuk dan pajak pertambahan nilai atas impor 5.500 mesin jahit dan dinamo motor oleh Departemen Sosial sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 41/KMK.010/2005.[1]

Departemen Sosial RI telah menyepakati harga perbuah dari mesin jahit merk JITU adalah Rp 3.248.500. Artinya, jika Depsos RI mengadakan mesin jahit sejumlah 5.500 unit, dana ABT Tahun Anggaran 2004 yang telah dialokasikan adalah sejumlah Rp 17.866.750.000.

Jika dihitung berdasarkan harga kontrak antara PT LASINDO dengan Shanggong pada 31 Mei 2004, dengan asumsi bahwa nilai US$ 1 adalah Rp 9.000,00, maka nilai pembelian pengadaan seluruhnya hanya Rp 6.795.000.000. Jumlah ini merupakan hasil perkalian antara total pembelian dalam US$ 755,000.00 dengan nilai kurs rupiah (Rp 9.000,00) yang berlaku pada saat kontrak berlangsung.

Dengan demikian, terdapat selisih harga yang signifikan (kemahalan) antara anggaran yang digelontorkan Depsos RI dengan harga nyata yang digunakan oleh PT Lasindo untuk membeli mesin jahit sebesar Rp 11.071.750.000.

B. Tanpa Tender

Sesuai dengan Perjanjian Kerjasama antara Depsos RI dengan PT Lasindo Nomor 21/HUK/2004 dan Nomor 03/LSD/III/2004, pada Bab IV tentang Tugas dan Tanggung Jawab kedua belah pihak, disebutkan dalam pasal 5 ayat f dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab pihak pertama (Depsos RI) adalah menunjuk pihak kedua (PT Lasindo) sebagai pelaksana dalam pengadaan mesin jahit berkecepatan tinggi dan sekaligus sebagai mitra kerja pelaksaan program sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam surat klarifikasi yang dilayangkan oleh ICW atas penunjukan langsung tersebut, Depsos RI melalui Bachtiar Chamsyah selaku Menteri mengatakan bahwa penunjukan langsung dilakukan karena pekerjaan atau barang yang dibeli adalah spesifik, yang hanya dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa, pabrikan, pemegang hak paten atau pekerjaan yang komplek yang hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan tehnologi khusus dan atau hanya ada satu penyedia barang/jasa yang mampu mengaplikasikannya. Hal itu menurut Menteri sudah sesuai dengan Keppres No 80 Tahun 2003.

C. Dugaan Pelanggaran Hukum

Pengadaan 5.500 mesin jahit oleh Depsos dengan menunjuk langsung PT Lasindo terindikasi kuat merupakan tindak pidana korupsi. Setidaknya para pelaku bisa dijerat dengan Pasal 2 (1) dan pasal 3. Untuk orang non pemerintahan/ non PNS yang diduga terlibat korupsi dikenakan dengan pasal 2. Sedangkan, untuk pejabat pemerintah/ PNS seperti Menteri Sosial, Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial, atau panitia pengadaan dikenakan pasal 3 dan bisa berlapis dijerat dengan pasal 2 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 
Dengan melihat dua pasal diatas, pengadaan mesin jahit bisa nilai telah memenuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut.

Pertama, unsur setiap orang.

Yang dimaksud dengan setiap orang menurut pasal ini adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi yang kepadanya dapat dimintai pertanggungjawab pidana yang dilakukan. Berdasarkan hal ini, dalam kasus pegadaan mesin jahit pihak-pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah Menteri Bachtiar Chamsyah, Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial,  Direktur Utama PT Lasindo, dan panitia pengadan barang

Kedua, unsur melawan hukum.

Yang dimaksud unsur melawan hukum dalam penjelasan pasal ini meliputi unsur formal dan materiil. Melawan hukum secara formil adalah semua perbuatan yang bertentangan dengan unsur perundang-undangan. Apabila UU telah mencantumkan tegas atau melarang, dan di langgar, maka unsur formil telah terpenuhi.

Berdasarkan fakta pelaksanaan, pengadaan mesin jahit itu telah mengabaikan prinsip-prinsip efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/ tidak diskriminatif, serta akuntabel dan jelas melanggar  Keppres no 80 tahun 2003. Pelanggaran ini bisa dilihat dari dilakukannya penunjukan langsung. Menurut Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, alasan penunjukan itu karena ada keadaan khusus. Namun, alasan itu tidak sesuai dengan aturan.

Menurut Keppres no 80 tahun 2003, pengadaan barang dan jasa diatas 50 juta harus ditenderkan kecuali ada keadaan tertentu atau keadaan khusus sehingga bisa dilakukan penunjukan langsung. Dalam pasal 17 ayat 5 disebutkan, dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

Keadaan khusus dan keadaan tertentu itu ditegaskan dalam lampiran Keppres No 80 tahun 2003. Dalam Bab I disebutkan tentang kriteria pengadaan barang/ jasa yang bisa dilakukan dengan penunjukan langsung. Untuk pengadaan barang dan jasa khusus, kriterianya diantaranya pekerjaan/ barang spesifik yang hanya bisa dilaksanakan oleh satu penyedia barang/jasa, pabrikan, atau pemegang hak paten. Selain itu, syarat lainnya adalah pekerjaan kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan teknologi khusus dan atau hanya ada satu penyedia yang mampu mengaplikasikannya.

Ketiga, unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

Kata memperkaya berarti ada penambahan kekayaan dari yang sudah ada terhadap diri sendiri, orang lain atau korporasi. Dalam pengadaan mesin jahit ini, jelas PT Lasindo sangat diuntungkan. Perusahaan ini mengambil keuntungan tidak wajar yaitu sekitar 288 persen, yang diduga kuat ada melakukan mark-up.  Adanya keuntungan yang tidak wajar itu telah memperkaya PT Lasindo, sehingga unsur ini telah terpenuhi.

Keempat, unsur merugikan keuangan negara. Pengadaan itu sudah dilakukan, uang sudah dibayarkan dari kas negara. Karena itu, unsur merugikan negara terpenuhi karena negara sudah kehilangan uang yang diperkirakan sekitar Rp 12.430.750.000,00.

Dengan terpenuhinya unsur unsur dalam pasal 2 ayat 1 maka pelaku yang terlibat bisa dinyatakan terbukti melakukan korupsi.

 
Rekomendasi

Meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan proses hukum atas dugaan korupsi senilai Rp 12.430.750.000,00 yang terjadi di Depsos RI dalam proyek SAPORDI 2004, khususnya pada proyek pengadaan mesin jahit.

Tips Aman Meninggalkan Rumah Saat Mudik Lebaran, Jangan Lupa Pasang CCTV
Tyas Mirasih.

Sambil Menangis, Tyas Mirasih Ungkap Kebaikan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina

Sambil menangis haru, Tyas Mirasih mengungkap kebaikan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina langsung di hadapan Raffi di sebuah acara.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024