SURABAYA POST - Tanggul Sungai Brantas setinggi 10 meter dengan panjang 25 meter di Desa Karangmojo, Kecamatan Plandaan, Kab. Jombang, jebol, Minggu 22 November 2009.
Komisi C DPRD Kabupaten Jombang menilai, ambrolnya tanggul itu diduga akibat kurang optimalnya pengawasan masyarakat dan pemerintah terhadap kegiatan ilegal penambangan pasir.
"Terbukti kan. Kalau sudah begini, siapa yang bertanggung jawab? Ini karena tidak adanya pelibatan masyarakat dalam pengamanan dan pengawasan penambang pasir liar," tandas Isman, anggota Komisi C DPRD Jombang.
Penanganan dan pengawasan tanggul dan bantaran Sungai Brantas, kata Isman, ke depan harus diswadayakan kepada masyarakat. Ia menganggap pengawasan yang selama ini dilakukan Muspida tidak menunjukkan hasil maksimal.
"Kita berencana, ke depan pengawasan dialihkan melalui pelibatan dan swadaya masyarakat. Sayang kan, kalau pengawasan Muspida dibiayai APBD tapi nggak optimal," ujar anggota dewan dari PAN ini.
Dari pantauan Surabaya Post, tak jauh dari lokasi jebolnya tanggul itu, aksi penambangan pasir menggunakan mesin penyedot masih berlangsung.
Terlihat, sedikitnya tiga mesin penyedot yang masih tampak beroperasi di dekat lokasi ambrolnya tanggul. "Lihat itu, masih ada saja yang nyedot pasir Brantas," kata Yadi, seorang warga setempat sambil menunjukkan kapal penyedot pasir yang masih beroperasi.
Kondisi ini membuat ribuan warga Desa Karangmojo, Kecamatan Plandaan, merasa was-was. Yadi, warga Desa Karangmojo Kec. Plandaan, mengatakan warga di lokasi itu sebelum turun hujan sampai sekarang resah, karena tanggul Brantas yang sebelumnya dikhawatirkan jebol akhirnya benar-benar jebol.
"Agar lubang tanggul yang jebol tidak semakin lebar, warga membuat tumpukan karung berisi pasir sebagai tanggul sementara menggantikan tanggul yang jebol," katanya.
Suparmin warga setempat yang berdiri di samping Yadi berharap pemerintah segera membantu memperbaiki tanggul yang jebol itu. Selain itu, pemerintah diharapkan menindak tegas penambang pasir illegal.
"Kita sudah berkali-kali lapor, tapi tetap tidak ada tanggapan dari pemerintah. Buktinya, masih ada saja penambang liar dan tidak ada satu pun petugas dari kecamatan yang datang. Apalagi, sudah ada papan peringatan Undang Undang Nomor 04/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp 10 milliar," tutur Suparmin. "Kita menduga ada oknum yang diuntungkan," lanjutnya.
Camat Plandaan, Agus Jauhari, saat dikonfirmasi mengaku tidak dapat berbuat banyak dengan ambrolnya tanggul dan masih maraknya aktivitas penambangan liar. Ia beralasan, konsentrasinya terpecah dan keterbatasan dana yang disediakan untuk pengawasan.
"Yang kita awasi bukan hanya Desa Karangmojo, tapi beberapa daerah lain di Kecamatan Plandaan. Dana kita juga terbatas, sehingga tidak bisa sepenuhnya berkonsentrasi pada satu wilayah saja," kelit Agus Jauhari. "Tapi, sudah kita laporkan ke Bakesbangpollinmas (Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat, red) kok," sambungnya.
Laporan Syarif Abdullah